Didaksi.com-Salah satu modal utama Nabi Muhammad Saw dalam melakukan proses dagang adalah kejujuran. Beliau selalu mengedepankan kejujuran dalam setiap proses berdagang. Kejujuran bagi Nabi Muhammad Saw seakan sudah menjadi bagian dari kewajiban itu sendiri dalam setiap menjalani proses transaksi perdagangan. Kejujuran lebih dikedepankan dibanding dengan meraup keuntungan yang banyak tapi dengan cara yang tidak jujur. Kejujuran menjadi pondasi utama Nabi Muhammad Saw dalam membangun kerajaan bisnis yang besar yang menghasilkan banyak keuntungan.
Ketika Nabi Muhammad Saw melakukan proses perdagangan ke pelbagai wilayah, layaknya ke Syria, Yarussalem dan beberapa wilayah lainnya, maka beliau selalu mengedepankan kejujuran. Beliau bersikap jujur dan adil terhadap semua pelanggan dan seluruh mitra bisnisnya. Beliau tak menyembunyikan sesuatu yang ada di balik barang-barang yang ingin dijual. Beliau berkata apa adanya tanpa menambahi dan mengurangi ketika melakukan proses perdagangan. Tak heran pada saat itu Nabi Muhammad Saw memperoleh keuntungan yang ada diluar dugaan.
Kunci Berdagang
Bagi Rasulullah, antara perdagangan yang halal dan perdagagan yang haram sudah sangat jelas. Semua itu tidak boleh ditutup-tutupi untuk hanya megambil keuntunga. Kejujuran bagi Rasulullh adalah harga mati. Pertama adalah kejujuran pada hati nurani utuk diimplementasikan pada sikap. Seseorang harus jujur untuk selalu mendengarkan suara hati nuranianya jujur sehingga juga mampu bersikap jujur terhadap orang lain. Itulah kunci dari perdagangan Nabi Muhammad Saw.
Dalam Alquran ditegaskan, “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, Maka kembalikanlah Perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS. Al-Anfaal:58)
Dalam sebuah hadits dijelaskan, “Sesuatu yang halal sudah jelas dan apa yang haram juga sudah jelas, tetapi diantara keduanya ada yang samar yang banyak orang tidak mengetahui. Barang siapa yang menjaga dirinya dari sesuatu yang meragukan, berarti ia memelihara agamanya dan kemuliaan pribadinya, tetapi barangsiapa yang menjatuhkan dirinya ke dalam sesuatu yang meragukan, berarti ia jatuh ke dalam hal-hal yang diharamkan, seperti seorang pengembala kambing yang mengembalakan hewan-hewannya di sekeliling tanah terlarang dimana akhirnya ia akan mengembala di dalamnya. Setiap penguasa mempunyai peraturan-peraturan yang tak dapat dilanggar, dan larangan tuhan adalah hal yang telah dinyatakan-Nya haram. Di dalam tubuh ada sepotong daging, dan jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh, tetapi jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Itulah hati” (HR Bukhari dan Muslim).
Dengan bekal kejujuran itu banyak para pelanggan yang mencintai Nabi Muhammad Saw sebagaimana beliau juga mencintai para pelanggannya. Dengan kejujuran Nabi Muhammad Saw tidak pernah membuat para pelanggannya merasa dirugikan atau bahkan mengeluh dikemudian hari karena produknya cacat. Nabi Muhammad Saw juga sangat konsisten dalam menjaga janjinya dan menyerahkan barang pesanana yang dipesan oleh pelanggan.
Dalam mengambil keuntungan, Rasulullah tidak pernah mengambil margin keuntungan sangat tinggi seperti yang biasa dilakukan para pebisnis lainnya pada masa itu. Beliau hanya mengambil margin keuntungan secukupnya saja dalam menjual produknya. Yang penting tidak rugi. Ternyata kiat mengambil margin keuntungan yang dilakukan beliau sangat efektif, semua barang yang dijualnya selalu laku dibeli Orang-orang lebih suka membeli barang-barang jualan Muhammad daripada pedagang lain karena bisa mendapatkan harga lebih murah dan berkualitas. Dalam hal ini, beliau melakukan prinsip persaingan sehat dan kompetitif yang mendorong bisnis semakin efisien dan efektif.
Dengan kejujuran pula maka proses berdagang akan kian lancar; bagi para konsumen ia akan menjadi pelanggan yang tetap atau bahkan kalau bisa mengajak orang lain dan bagitu juga bagi rekan bisnis, ia senantiasa meningkatkan dan mengeratkan kemitraannya menjadi lebih besar.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw mendapatkan kepercayaan berangkat dari kebaikan akhlak dan budi pekertinya. Dari ‘Atha’ bin Yasar r.a, katanya dia bertemu dengan Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, lalu katanya : “Ceritakanlah kepadaku tentang sifat Nabi Muhammad Sawsaw. Seperti yang tersebut dalam Kitab Taurat”.Jawab Abdullah, “Baiklah ! Demi Allah sesungguhnya Nabi Muhammad Sawsaw. Telah disebut di dalam Kitab Taurat dengan sebagian sifat beliau yang tersebut didalam Al Qur’an : “Wahai, Nabi ! Sesungguhnya Aku mengutus engkau untuk menjadi saksi, memberi kabar gembira, memberi peringatan dan memelihara orang ummi. Engkau adalah hamba-Ku dan pesuruh-Ku. Aku namakan engkau orang yang tawakkal (berserah diri), tidak jahat budi, tidak kesat hati, tidak pula orang yang suka berteriak di pasar-pasar, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi pemaaf dan memberi ampun. Dan Allah belum akan mencabut nyawanya sehingga dia menegakkan agama selurus-lurusnya, yaitu supaya mereka mengucapkan : “Laa illaaha illallaah” sehingga dengan ucapan itu Allah membukakan mata yang buta dan telinga yang tuli serta hati yang tertutup.” (HR Bukhari).
Kepercayaan juga dibangun dari tidak adanya penipuan. Dari Abdullah bin Umar r.a., katanya : ”Seorang laki-laki bercerita kepada Nabi Muhammad Sawsaw. Bahwa dia ditipu orang dalam hal jual beli. Maka sabda beliau ”Apabila engkau berjual beli, maka katakanlah : Tidak boleh ada tipuan.”(HR. Bukhari).
Begitu juga sebaliknya, proses berdagang yang tak mengindahkan nilai-nilai kejujuran, meski dapat untung banyak, tapi pelan-pelan ia akan mengalami kebangkrutan. Keuntungan yang didapat dari ketidak jujuran itu tak akan bertahan lama. Untuk itulah, Nabi Muhammad Saw kerapkali menasehati sahabat-sahabatnya untuk melakukan perdagangan dengan mengedepankan kejujuran. Nabi Muhammad Saw sangat keras memberantas praktik perdagagan yang penuh tipu daya. Ketika Nabi Muhammad Saw memimpin ummat di Madinah, maka segala praktek perdagangan yang mengandung unsur penipuan, riba, judi, ketidakpastian dan meragukan, eksploitasi, dan pasar-pasar gelap sangat dilarang. Itu semua hanya menguntungkan segelintir orang dan merugikan banyak orang.
Nabi Muhammad Saw selalu menyeru pada setiap orang, lebih-lebih yang bergelut dalam dunia bisnis untuk selalu mengedepankan kejujuran dalam berdagang. Secara lebih ekstrem Nabi Muhammad Saw pernah menegaskan bahwa pedagang yang mengedepankan kejujuran masuk dalam golongan para nabi. Dalam sebuah hadits disebutkan, ““Saudagar yang jujur dan dapat dipercaya akan dimasukkan dalam golongan para nabi, orang-orang jujur dan para syuhada.”
Dalam hadits yang lain juga disebutkan, Nabi Muhammad Saw berkata, “Rahmat Allah atas orang-orang yang berbaik hati ketika ia menjual dan membeli, dan ketika dia membuat keputusan.” (HR Bukhari).
Dalam hadits tersebut sudah sangat nampak bahwa seorang saudagar yang jujur mendapatkan kemuliaan disisi Allah dan akan digolongkan dengan dengan jajaan para nabi. Jadi, posisi kejujuran bagi seorang pedagang mempunyai keuntungan yang ganda; dalam bidang perdagangan ia akan senantiasa mendapat keuntungan yang banyak sedangkan secara jangka panjang disisi Allah ia akan mendapat kemuliaan layaknya para nabi dan kaum shuhada yang berjuang di sisi Allah Swt.
Tapi ini tentu bukan suatu hal yang mudah mengingat situasi dan kondisi saat ini uang sudah menjadi tuhan. Ketika berhadapan dengan uang, banyak orang yang sudah lupa diri. Kejujuran yang dari awal dijunjung tinggi tapi ketika berhadapan dengan tumpukan uang banyak yang goyah dan larut dalam praktik kecurangan. Hal ini banyak terjadi pada mereka para pedagang yang mempunyai cara berfikir instan. Mereka ingin cepat kaya raya tapi dengan cara yang mudah dan cepat. Proses yang seharusnya ditempa dengan serius dengan beraga warna; pahit dan manis dalam kehidupan ini tidak dilalui dengan baik.
Nabi Muhammad Saw sebagai teladan kita menjalani proses berdagang melalui jalan yang penuh dengan lika-liku, disitu ada kegagalan, keberhasilan, kegalauan, kegembiraan dan segala bentuk cobaan hidup lainnya. Yang perlu kita perhatikan dari semua proses yang dilalui Nabi Muhammad Saw tetap berpegang teguh untuk selalu mengedepankan kejujuran. Dengan waktu yang tak sedikit, mulai dari melanglang buana ke pelbagai negara untuk mengahdiri even pekan bisnis dan mengatur strategi pemasaran tentu bukan suatu yang pendek. Nabi Muhammad Saw melalui proses panjang itu dengan tetap mengedepankan kejujuran. Inilah yang menjadi salah satu kunci sukses keberhasilan Nabi Muhammad SawSaw dalam melakukan perdagangan.